dalam matanya letih membuih
deru dan sedu, dunianya suram berdebu
sesekali angin tak sabar menepuk gusar
bahunya gemetar, ringkih tak tegar
belum nampak juga pertanda, ia mulai tak percaya
doa dan sejarah
ia takut hilang arah
mantra-mantra perkasa
meliuk tak berdaya
sujudnya berisi seribu tanya
: ini rakaat keberapa?
dulu ia bermimpi sesabar abu bakar
dulu ia bermimpi setegar umar
dulu ia bermimpi sedermawan ustman
dulu ia bermimpi sesuci ali
dulu…dulu sekali
doa dan sejarah
ia takut hilang arah
terbata mulai ia baca iftitah
ia kini sepasrah kusam sajadah
semoga, ini bukan takbir terakhir
dalam matanya letih larut jadi sedih
mengalir jadi lirih alun rintih
ini rukuk pertama
sejak tasbih terakhir ia eja
memang sudah terlalu lama
dalam matanya tak lagi terlihat perih
sedu sedan tak hendak ia tahan
ia mencoba untuk percaya
air mata ini pertanda
menangislah…menangislah
seribu kisah melayang tenang
tentang doa dan sejarah
air mata jatuh perlahan
sujudnya kini punya jawaban
ini rakaat permulaan
-hiaw-
“Kata-Kata Indah Para Pujangga”
deru dan sedu, dunianya suram berdebu
sesekali angin tak sabar menepuk gusar
bahunya gemetar, ringkih tak tegar
belum nampak juga pertanda, ia mulai tak percaya
doa dan sejarah
ia takut hilang arah
mantra-mantra perkasa
meliuk tak berdaya
sujudnya berisi seribu tanya
: ini rakaat keberapa?
dulu ia bermimpi sesabar abu bakar
dulu ia bermimpi setegar umar
dulu ia bermimpi sedermawan ustman
dulu ia bermimpi sesuci ali
dulu…dulu sekali
doa dan sejarah
ia takut hilang arah
terbata mulai ia baca iftitah
ia kini sepasrah kusam sajadah
semoga, ini bukan takbir terakhir
dalam matanya letih larut jadi sedih
mengalir jadi lirih alun rintih
ini rukuk pertama
sejak tasbih terakhir ia eja
memang sudah terlalu lama
dalam matanya tak lagi terlihat perih
sedu sedan tak hendak ia tahan
ia mencoba untuk percaya
air mata ini pertanda
menangislah…menangislah
seribu kisah melayang tenang
tentang doa dan sejarah
air mata jatuh perlahan
sujudnya kini punya jawaban
ini rakaat permulaan
-hiaw-
“Kata-Kata Indah Para Pujangga”
Surga di Bumi
Tirai kehidupan tiba-tiba saja tersibakTeka-teki misteri perlahan terkuak
Dan cahya terang merasuk ke kamarku yang suram
Aku melongok keluar jendela, untuk menyaksikan
Lalu kulangkahkan kakiku mengitari kota
Menghirup napas kebebasan yang melegakan
Dan dunia serasa berubah
Sebab semua menjadi lebih indah
Walau hati ini masih berkandung gundah
Semangatku seakan membuncah
Dan mimpiku berkecambah;
Jalanku menjadi lebih terjal, tetapi sekarang jelas
Hutan mana yang mesti kuterabas
Tak peduli sakit ataupun panas
Segalanya kuterima dengan hati puas
Sebab Rajawali takkan tumbuh jika takut terbang
Dan mentari tak ditakdirkan sembunyi di balik awan
Jika manusia enggan berjuang,
Lalu apa yang didapatkan, kecuali putus asa dan kesedihan
Hari ini, aku hidup demi mimpiku sendiri
Hari ini, mimpiku lebih berharga dan segalanya
Untuk membuktikan bahwa aku benar;
Bahwa keberanian melahirkan keberhasilan
Ketekunan melampaui semua kekuatan
Dan kejujuran bukanlah kelemahan
Hanya satu jawabnya,
Mahkota Sang Raja di istana mesti digenggam
Tapi suatu saat nanti, aku ingin hidup untuk orang lain
Dadaku selalu sesak melihat anak-anak jalanan
Mereka mengemis dan kelaparan
Dan ibu yang menangis tertahan
Saat bencana datang tanpa peringatan
Mereka yang tertindas memohon pertolongan
Untuk keadilan yang tak jua datang
Oh, bangsaku yang wajahnya tercoreng arang
Tunggulah, jika saatku tiba;
Saat aku cukup kuat menanggung beban
Saat kata-kataku bukan lagi angin yang tak dipedulikan
Aku ingin membangun surga
Di atas bumi yang tak sempurna
Dimana semua orang bisa bahagia
Saling berbagi, walau hanya sejumput doa
Sekarang, mungkin tanganku terulur lemah
Dan hanya bisa kusampaikan keluh kesah
Tapi, mimpi untuk suatu saat nanti
Takkan boleh mati; Mesti jadi abadi
0 komentar:
Posting Komentar